RITMENEWS.COM: Kepala Bareskrim (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Wahyu Widada menceritakan perjuangan personel kepolisian dalam operasi memerangi peredaran gelap narkoba di Laut Selatan Sumatera.
Dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (5/3), mengatakan, operasi tersebut dilaksanakan bersama pihak Ditjen Bea Cukai. Dalam prosesnya, kapal yang ditumpanginya mengalami kerusakan karena terhantam ombak.
“Kami pernah melakukan suatu operasi di Laut Selatan Sumatera bersama teman Bea Cukai. Kapal kami dihantam buritannya hingga jebol,” ucapnya.
Akibatnya, para personel yang ikut dalam operasi tersebut terombang-ambing di tengah lautan selama tiga hari.
“Ketika itu saya dilaporkan ‘Pak, ada anggota kita sakit, Pak’. Waktu itu kami sudah stres karena terpikir apakah mereka kena tembak atau kena yang lain. Ternyata karena tiga hari di lapangan itu susah,” ujarnya.
Dirinya mengungkapkan bahwa dalam situasi saat itu, personel mengalami kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari, seperti buang air.
“Buang air sudah tidak bisa karena buritannya sudah jebol dan kamar mandinya jebol. Jadi, mandinya di laut, buang airnya di laut. Begitulah perjuangan teman-teman kita,” katanya.
Meskipun demikian, personel yang bertugas tidak mengalami patah semangat dan menjadikan tantangan tersebut sebagai motivasi dalam memberantas narkoba di Indonesia.
Bareskrim Polri dan polda jajaran dalam waktu dua bulan mulai 1 Januari – 27 Februari 2025, berhasil mengungkap 6.881 kasus narkoba, menangkap 9.586 tersangka, dan menyita barang bukti seberat 4,1 ton yang bernilai sekitar Rp2,72 triliun.
Dalam pengungkapan ini, kata dia, ditemukan berbagai modus operandi yang digunakan pelaku.
Pertama adalah modus pengiriman narkoba antarprovinsi melalui jalur darat dari Pulau Sumatra ke Pulau Jawa, kemudian modus pengiriman narkoba melalui jalur laut dengan cara memasukkan narkoba dari jaringan Golden Triangle dan Golden Crescent ke Samudera Hindia di Laut Aceh dengan menggunakan kapal laut.
“Ada yang dari utara melalui Selat Malaka, tetapi ada juga yang dari selatan, dari arah barat, pantai selatan Pulau Sumatera,” ujarnya.
Selanjutnya, modus pengiriman narkoba dari luar negeri menggunakan kargo, ekspedisi resmi, maupun hand carry dengan cara disamarkan oleh kurir yang membawa narkotika tersebut.
Modus terakhir adalah pembuatan clandestine atau laboratorium tempat memproduksi narkoba di perumahan mewah.
“Yang terakhir kami ungkap di Bogor, (clandestine) memiliki penjagaan keamanan yang ketat sehingga tidak bisa diakses oleh sembarang orang, termasuk aparat penegak hukum untuk dapat melakukan penyelidikan,” katanya.(ant)