BATAM, RITMENEWS.COM – Delapan orang terdakwa kasus kerusuhan unjukrasa bela Rempang di depan Kantor BP Batam beberapa waktu lalu menyampaikan nota keberatan (eksepsi), di depan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam.
Eksepsi itu dibacakan penasihat hukum terdakwa. Salah satu dari eksepsi tersebut adalah Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memahami makna penggabungan dan pemisahan perkara yang seharusnya memisahkan semua perbuatan pada perkara terpisah.
Kemudian penggabungan perkara yang dilakukan hanya membuktikan ketidakmampuan JPU menyusun dakwaan secara jelas, tepat dan lengkap terhadap pasal-pasal yang didakwakan.
Namun eksepsi tersebut dijawab oleh JPU di hadapan majelis hakim PN Batam pada Senin (8/1). Menurut Jaksa Penuntut I Ketut Kasna Dedi yang juga Kepala Kejari Batam, bahwa hal itu menunjukkan penasihat hukum keliru memahami makna spliting perkara.
Pihaknya telah benar dan tak melanggar ketentuan terkait penggabungan dan pemisahan perkara. Lanjut dia, justru menunjukkan kalau penasihat hukum sepertinya tidak menghormati Asas Peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan untuk kepentingan penegakan hukum yang efisien dan profesional.
“Terlebih, hal tersebut pada hakikatnya tidak termasuk objek eksepsi dalam KUHAP,” jelas Kasna.
Kemudian, dakwaan yang disusun sudah sesuai dengan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dan eksepsi terdakwa telah menyangkut materi pokok perkara.
“Intinya surat dakwaan JPU yang dibacakan pada Kamis 21 Desember 2023 telah memenuhi syarat formil dan materil,” imbuhnya.
Tentu, JPU menolak seluruh nota keberatan para terdakwa perkara kerusuhan unjukrasa bela Rempang di kantor BP Batam pada Senin 11 September 2023 lalu.
Pihaknya juga meminta kepada majelis hakim untuk menerima pendapat JPU terhadap nota keberatan penasihat hukum terdakwa. Sidang akhirnya ditunda dan dilanjutkan pekan depan.(san)